Home

Suami Saya Seorang Petani



Petani Identik dengan kemiskinan, mungkin dikarenakan terpuruknya sector pertanian di Indonesia dibuktikan swasembada pangan yang tinggal kenangan di tahun 1960-1965 dan petani berada di urutan paling bawah dalam stratifikasi ekonomi dan mungkin juga terendah . Secara umum orang menganggap  

"petani adalah pilihan yang paling buruk di tengah begitu banyak profesi."
main di sawah dulu
Ada rasa rendah diri serta rasa minder ketika menyadari diri sebagai petani. Namun tidak untuk suami saya dia bangga menjadi petani, dan mencintai pekerjaannya tersebut. Meskipun hanya petani kecil yang ga punya lahan seluas tuan tanah.

Kadangkala saat bertemu teman mereka akan bertanya, sudah menikah ya suamimu kerja di mana?
Saya jawab dengan santai di sawah, dan mereka menganggap saya bercanda. Tidak, saya serius kemudian mereka akan menyanggah “ga percaya, TNI mungkin”. Ah sudahlah dikasih tau ga percaya lagian capek, tiap dikasih tau ngeyel mulu sih yang nanya bosen ngejelasin sayanya juga. Mungkin mereka heran kog mau jadi istrinya seorang petani dan suaminya kog mau jadi petani?(biarkan mereka bingung sendiri dengan pemikiran kami)
Saya ingat sekitar tahun 2011 si mas bilang gini “karo Ulo, uler, cacing wedi kog ape jadi istrinya petani” (waktu itu ga ada hubungan apa-apa, dan ga ada omongan apa2..kog tiba2 nyrempet2 istri adapa apa ini? saya jadi cengo’ sendiri waktu dibilang gitu #curcol #selingan) waktu itu suami belum serius bertani, masih mengerjakan hal lain masih sering glamar kerja di bidang yang dia suka. Jadi akhirnya jadi petani karena terpaksa? Bisa iya bisa tidak tergantung dari sisi mana kita melihat. Tiap ada panggilan dan tes sudah hampir diterima pasti ada “makelar’ yang minta di-suapin- #sendal, kalaupun ada yang nerima juga di bidang yang ga disukai, trus ada yang pasti diterima tapi “buram”. Mengenai buram itu sendiri dulu saya juga sering kesal, kenapa ga mau? Ga pengen apa sekali2 ngajak istrinya jalan2 ke tempat keren dan beliin barang mahal (dasar matre.. haha). Padahal banyak kan teman/kenalan yang kerja di B*** ataupun *SP. Dan rata-rata orang juga biasa saja wong ga nyolong. Ah, saat itu saya tidak pernah memikirkan dari mana gaji yang kita dapat, bagaimana alurnya dll kalo kita kerja di tempat yang berbau uang tersebut, bahkan saya pernah mengajukan lamaran ke sana. Saya pikir suami saya terlalu pemilih, terlalu kaku waktu itu tapi prinsipnya sekali lagi bikin saya jatuh cinta lagi pada orang yang sama *eaaaa #lebai. Tapi ada juga sih yang saya larang dengan dalih “Mimpin keluargane dewe ae sek kocar-kacir kog ape melu-melu ngatur wong akeh”.
Jadi terpaksakah kami? Entahlah,rasanya sih tidak tapi mungkin sudah jalannya.
Namanya juga petani, kadang bisa untung besar kadangkala juga bisa rugi sampai habis modal. Kalo itu sih semua bidang kerja (kecuali pegawai horrornya cuman PHK) juga gitu kali. Tapi tetap orang menganggap kami aneh.
Bahkan ada juga yang bilang kami terlalu idealis. Mungkin benar, saya pada dasarnya  keras kepala ketemu orang yang berkarakter dan punya prinsip kuat. Jadilah kami pasangan yang idealis (too much) . ya sudahlah ga apa-apa, ga disukai banyak orang dan ga punya banyak teman (mungkin ini saya yang mempengaruhi suami saya) yang ada sekarang sudah lebih dari cukup kog. Tapi bukan berarti kami ga butuh orang lain juga. 

Meskipun petani identik dengan kemiskinan, saya heran itu lho yang jadi kapolres yang jadi bupati yang jadi orang besar juga anak petani lho. Urip wes ono dalane dewe-dewe kog. Yang anak e pengusaha besar jatuh ke bawah yo onok, yang cuman anake petani bahkan buruh tani jadi orang besar yo gak kurang jumlahe. Ya memang kami belum punya apa-apa masih pengen ini itu yang belum kesampaian tapi rasanya masih cukup untuk kebutuhan hidup, dengan catatan gak kakean gaya!(ini petani kecil, bukan tuan tanah. Sama-sama petani tapi beda –kasta-)
Intinya saya ndak malu kog jadi istri seorang petani, saya tidak malu juga kadangkala saat tidak berkerja ikut main ke sawah, bahkan Zidane senang sekali main di sawah. Jadi buat yang masih malu jadi anak petani, yang masih malu punya suami petani yang tiap hari bergelut dengan tanah, dandanan ga necis, hitam terbakar matahari.. ayolah mereka berjuang juga untuk siapa.. dan yang mereka hasilkan itu halal lho.

Tidak ada komentar:

copyright © Qiaramint